Jakarta– KalbarPos.com- Tindakan Radio Republik Indonesia (RRI) yang secara tiba-tiba menghapus artikel jurnalistik karya wartawannya sendiri, Retno Mandasari, tentang wilayah Zaporozhye, Rusia, menimbulkan polemik serius di dunia pers nasional. Ketua Umum Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI), Wilson Lalengke, angkat bicara dan menyebut langkah tersebut sebagai bentuk krisis etik serta kemunduran dalam praktik jurnalisme Indonesia.
“Media publik seperti RRI seharusnya menjadi contoh dalam menjaga independensi pers. Namun jika mereka dengan mudah menghapus laporan tanpa alasan terbuka, ini menunjukkan bahwa kita sedang menghadapi kemunduran serius dalam hal kebebasan berekspresi,” ujar Wilson dalam pernyataan resminya, Kamis (17/4/2025).
Wilson menyoroti bahwa penghapusan itu berpotensi besar dipicu oleh tekanan diplomatik, seperti yang disebutkan dalam surat dari Duta Besar Rusia untuk Indonesia, Sergei Tolchenov, kepada Dewan Pers. Dalam surat tersebut, Tolchenov mengungkapkan keprihatinannya atas dihapusnya artikel Retno Mandasari yang menggambarkan kondisi di Zaporozhye dari sudut pandang berbeda.
Retno sendiri diketahui mengikuti press tour ke Zaporozhye bersama sejumlah jurnalis internasional, dan artikelnya sempat tayang di laman resmi RRI. Namun tanpa penjelasan, semua tulisannya menghilang. Dugaan pun mengarah pada intervensi dari Kedutaan Besar Ukraina.
Wilson menegaskan bahwa kejadian ini berbahaya jika dibiarkan, karena membuka ruang bagi praktik jurnalisme transaksional, di mana pemberitaan bisa dikendalikan oleh kekuatan politik atau imbalan tertentu. “Kalau redaksi tunduk pada tekanan politik atau keuntungan tertentu, maka jurnalisme kita bukan lagi untuk publik, tapi alat kekuasaan,” tegasnya.
Ia juga mengingatkan bahwa tindakan RRI tersebut dapat melanggar sejumlah regulasi penting, di antaranya:
- UUD 1945 Pasal 28F, yang menjamin hak warga negara atas informasi.
- UU Pers No. 40/1999 Pasal 4, yang menolak segala bentuk penyensoran.
- UU Keterbukaan Informasi Publik No. 14/2008, yang mewajibkan transparansi dalam kebijakan publik.
“Tanpa transparansi dan penjelasan atas penghapusan artikel itu, RRI bisa dianggap melanggar prinsip dasar keterbukaan informasi,” tambahnya.
Dalam pandangan PPWI, sikap diam RRI dan belum adanya klarifikasi dari Dewan Pers menunjukkan lemahnya perlindungan terhadap kerja jurnalistik. Bahkan, Wilson menyebut ini sebagai preseden buruk yang bisa menekan jurnalis lain untuk tidak menulis hal-hal yang dianggap ‘tidak nyaman’ bagi pihak tertentu.
Ia pun menyerukan agar media dan jurnalis di Indonesia bersatu menolak segala bentuk tekanan eksternal dalam kerja jurnalistik. “Jangan jual integritas jurnalisme demi kepentingan politik atau ekonomi. Jurnalis adalah penjaga demokrasi, bukan corong propaganda,” tutup Wilson.
Hingga berita ini ditayangkan, belum ada keterangan resmi dari pihak RRI maupun Dewan Pers terkait insiden ini. Publik kini menunggu jawaban tegas: apakah media nasional masih berdiri di atas kepentingan rakyat, atau telah digiring oleh arus kepentingan asing. (Tim/red).
Diterbitkan oleh KalbarPos.com (Ya' Syahdan).