“Kalau bisa dibuat sulit, kenapa harus dibuat mudah?” sindir Presiden saat itu, menyentil mentalitas buruk yang masih bercokol dalam tubuh birokrasi. Sayangnya, pernyataan itu seperti angin lalu bagi sebagian pejabat daerah.
Salah satu contohnya terjadi di Kota Tangerang Selatan. Media daring Skalainfo.net mengalami sendiri bagaimana sulitnya menembus tembok birokrasi ketika mencoba meminta keterbukaan informasi publik. Sengketa mereka dengan Dinas Ketahanan Pangan, Pertanian, dan Perikanan (DKP3) Tangsel berujung pada penolakan dari Komisi Informasi Banten—tanpa pernah menyentuh substansi utama yang diajukan.
Hak Rakyat yang Diabaikan
Padahal, Undang-undang Pelayanan Publik Nomor 25 Tahun 2009 dan Undang-undang Keterbukaan Informasi Publik (KIP) dengan jelas menjamin hak masyarakat untuk mendapatkan informasi, terlebih jika menyangkut penggunaan dana publik. Tapi dalam kenyataannya, publik justru harus mempelajari berbagai aturan rumit hanya untuk mengajukan keberatan. Birokrasi seolah lupa bahwa tugasnya adalah melayani, bukan menguji kemampuan hukum masyarakat.
“Yang kami minta hanya satu: keterbukaan. Tapi yang kami dapat justru penolakan demi penolakan,” ujar perwakilan Skalainfo.net.
Penolakan ini bukan sekadar soal dokumen, tapi soal prinsip. Ketika media yang menjalankan fungsi kontrol sosial dihalangi, maka publik kehilangan salah satu alat untuk memastikan negara berjalan dengan jujur.
“Komisi Informasi Bukan Tempat Main-Main”
Kritik keras datang dari Ketua Umum Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI), Wilson Lalengke. Ia menyebut para komisioner di Komisi Informasi Provinsi Banten sebagai individu yang tak memiliki kecakapan untuk menangani sengketa informasi.
“Mereka itu seperti orang buta huruf dipaksa membaca. Bagaimana mungkin mereka memahami substansi sengketa jika tidak punya latar belakang yang memadai?” katanya tegas.
Wilson menekankan bahwa posisi sebagai komisioner bukan tempat main-main. Dibutuhkan kapasitas intelektual dan kepekaan terhadap keadilan agar lembaga ini tidak sekadar menjadi pelengkap formalitas birokrasi.
Masyarakat Butuh Akses, Bukan Alasan
Kasus ini bukan sekadar tentang satu media. Ini tentang setiap warga negara yang ingin tahu bagaimana uang rakyat digunakan. Ini tentang hak dasar untuk mendapatkan informasi, agar publik dapat ikut mengawasi jalannya pemerintahan.
Jika birokrasi terus bersikap defensif dan menutup ruang transparansi, maka cita-cita reformasi hanya akan menjadi jargon tanpa makna. Dan rakyat, sekali lagi, hanya bisa mengetuk pintu yang tak pernah dibuka.
Laporan Khusus Redaksi, PPWI PUSAT.
Diterbitkan oleh KalbarPos.com (Ya' Syahdan).